Senin, 21 Oktober 2013

Rain, Morning Coffee and White Roses.


Cerita ini hanyalah fiktif belaka and bla bla bla.. 

Memang benar. Apapun yang disajikan FTV semuanya merupakan cerita fiksi. Yang tidak nyata.

Di FTV, pacar ketahuan jalan dengan selingkuhannya disebuah café. Sang cewek marah, mendatangi pacar dan selingkuhannya sambil nangis kemudian diakhiri dengan menyiram air kearah wajah sang pacar. Kenyataannya, misal pacar gue ketahuan selingkuh dengan skema cerita sedemikian, gamungkinlah gue siramin dia pake air putih. Paling-paling juga air raksa. Ato ga, gelasnya gue lemparin dia.

Di FTV, ada tuh adegan seorang cowok yang abis bikin salah, ujan-ujanan, keluar dari mobilnya, lesehan didepan pagar rumah sang cewek, berjam-jam bahkan sampe pagi biar dimaafin. Realisnya; kenapa nunggunya ga dalam mobil aja? Kan jadi ga keujanan. Atau, biar sang cewek kasian dan maafin? Filem banget sih. Ya emang filem sih. -_-

Belum lagi perihal bunga mawar yang tau-tau bisa langsung nongol di jendela kamar sang cewek. Errr, kalo menurut gue sih itu horor. Siluman mawar kali tuh, bukan bunga mawar.


--- Aku adalah yang selalu mengutuk FTV tanah air. 

Sampai pada suatu pagi di tanggal empat belas Febuari.

Masih sangat pagi, bahkan terbilang subuh. Aku bangkit dari tidurku, mengecek hape seperti ritual wajib pagi, tak pernah untuk tidak. Berlanjut pada timeline twitter, berbaris tweet-tweet “selamat pagi”, “good morning”, “guten morgen”, and their siblings. Klasik. Tontonan pagiku sungguh klasik.

Tapi bener juga sih. Masa iya pagi-pagi ngetwitnya “have a nice dream”.

Lupakan tentang wejengan pagi yang sesungguhnya membosankan itu. Aku menuju pintu kamar dan membukanya. Kebetulan, kamar kos ku berada di lantai dua, pohon rindang adalah view di depannya. Ku dapati udara pagi yang sangat, oh bukan hanya sangat, TAPI SANGAT PAKE CAPSLOCK; segar.

Burung-burung seperti bernada ikut mengucapkan selamat pagi, pada jasad yang kering akan morning greetings ini. #ngenesbangetgaksihgue

Aku balik menuju kasur, bermaksud untuk meraih handphone dan mengambil dokumentasi atas peristiwa pagi yang sangat menakjubkan itu; matahari yang malu-malu terbit, tepat dihadap mataku.

Belum sempurna badanku berbalik arah, ekor mata melihat pada…

Itu!

Itu yang ada di filem-filem itu!

Sekuntum mawar putih yang cantik sekali.

Dengan kertas yang digulungkan lengkap dengan pita merah mengikatnya.

Di sebelah kiri mawar itu ada segelas kopi. Kopi hitam. Pekat. Namun dengan gelas putih bercorak ": )" itu; seperti aku ingin segera mencicipinya. Sesegara mungkin bahkan sebelum kata ‘segera’ itu sendiri selesai diproses otak.

Aku langsung masuk ke kamar. Kali ini menuju meja belajar yang jaraknya tak jauh dari pintu kamar. Aku duduk disitu, membiarkan pintu tetap terbuka. Perlahan aku membuka ikat pita itu..



How’s the flower?

Coffee?

The important one, how’s your morning mood right at when you found this?

Ku harap tidak mengurangi bahagia pagimu :)



You may don’t know me. That’s good.

Because I never command you to know me :P



Selamat menempuh keraznya, yep, pake z ya biar kerazzz banget kesannya; semester dua, Sisy. 
Semoga keberuntungan selalu bersama Sisy.



And, GOOD MORNING.




With segenap jiwa dan raga hehe,



Your smile big fans.






RESMI.

Terhitung detik itu, aku mengutuk diri sendiri yang pernah bahkan sering bahkan sangat sering; mengutuk segala adegan demi adegan yang dipaparkan perfileman.

Hidup belasan tahun di dunia, aku baru tahu. Bahwa ada manusia se sweet ini. Aku tidak mengenal dia, bahkan dia tidak meninggalkan identitas dalam bentuk apapun; selain mawar putih, gelas kopi, dan gejolak penasaranku.

Terhitung detik itu serial berikutnya, aku menggemari kopi hitam, yang mungkin kebanyakan perempuan diluar sana kurang doyan. Pria atau entah siapa itu, mengajariku; bahwa sepekat apapun kopi dalam gelas, adalah manis bila kamu paham benar cara menikmatinya.

Dan dari situ juga, aku yang seorang penggila warna merah, memberi pengecualian untuk mawar. Bahwa mawar putih, ternyata, terlihat lebih berani.

Terlalu naïf bila aku langsung jatuh cinta pada seseorang yang entah siapa, entah apa, entah dimana. It’s such a…I don’t even know how to describe.

Tapi siapapun kamu; terimakasih.

Siapapun kamu, aku akan dengan bangga dan tidak lelah menceritakan tentang mu, tentang ini, tentang bunga dan kopi Kita pada sahabat-sahabatku, pacarku, bahkan suami, anak, cucu, cece-ku; nanti-nanti.

Tons of smile I definitely send for you, wherever you are, my friend : )


Seketika hujan turun pagi itu. Kembali aku pada rangkulan selimut dan kasurku. Masih dengan mawar putih itu, tersenyum pada gelas putih 'senyum' itu, dan mengulang-ulang baca (mungkin dinamakan) surat cinta pertamaku; di hampir tujuh belas tahunku.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar