Selasa, 22 Oktober 2013

Mt. Merbabu #1

Malam minggu..
Bukan, kali ini saya ga(atau belum) akan bahas tentang makna satnight untuk kaum saya jomblo, bukan.. 

Mahasiswa lain mungkin sedang berpesta-pora menyambut malam minggu kemarin. Tapi tidak dengan saya dan teman-teman sependeritaan, sabtu-sabtu mesti ke kampus. Lebih ngenes-nya lagi; buat UTS. Isi otak tak karuan. Seminggu dibuat eneg. So, I need something to refresh. I need nature. I need the life. I need to live!

Kemarin saya mengajak teman-teman se-genre hobi untuk naik Gunung Merbabu. Monic masih ada urusan kampus, begitu juga dengan Bang Gabe, Sensen dan Mancini belum selesai UTS, Ka Ria ada turnamen Taekwondo, dst dsb dll. Yakcukup. Intinya yang berkesempatan kemarin hanya Ka Yoka dan seorang Sisy. Bismillah.


On the way to Dusun Kesingan, basecamp pendakian. Lucunya, orang-orang sekitar sini hanya mahir berbahasa Jawa Kromo tok'

"Nduk, jhsfnewqmfkqjregr" kata mbah yang jaga basecamp Gunung Merbabu itu.
"Oh, njeh mbah hehe."
"Knqdqdqejflgmjspg?"
"Njeh. Hehe"
"Yhfnfjgdjbfiuevbgw?"
"Njeh. Hehe"

Biar lancar, gue njeh njeh wae.

pipi gue nista banget ga sih.

Dilarang melakukan vandalisme.
Dilarang mengambil apapun kecuali gambar.
Dilarang membunuh apapun kecuali waktu.
Dilarang meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
Dilarang membawa pulang apapun kecuali cerita.
Dilarang fokus pada pipi. #pointutama



Sore itu, baru mendekati pos satu tapi keringat sudah tak karuan. Maklum, karna saya masih amatir perihal ini, Merbabu adalah gunung ketiga saya. (Aduh, tunggu sebentar. Aduh, sepertinya kalimat ini aneh. Aduh, pura-pura gasadar aja ah). Tak ada lagi keluh seketika melihat ini..



MYGODNESS!!




Kemudian matahari malu-malu turun. Saya meminta Ka Yoka berhenti sebentar. Moment nikmat untuk dinikmati jangan sampai terlewat. Even the most beautiful days eventually have their sunsets.


Ini kali pertama saya mendaki di malam hari. Agak ngeri, sih. Banyak kamu (read: monyet) lalu lalang. 

Bahkan tanpa bantuan head lamp, jalan menuju pos dua cukup terang. 
Bulan maha dahsyat, ya. Apalagi Pencipta-nya.

Sampailah di pos dua. 15 Oktober 2013. 20:00 WIB

Merbabu dingin. Angin-nya sangat dingin. Kayak kamu gitu. *fokus kak* bahkan tenda kami beberapa kali hampir roboh karna serbuan angin. Untuk menghangatkan, saya dan Kak Yoka buru-buru membuat kopi setelah tenda siap. #AktivisButuhKehangatan kemudian lanjut memasak mie instant



Malam itu terasa begitu mahal. 
Kami dengan kopi, cerita, dan badan menghadap bulan malam. 



Sampai matahari kembali menyapa. Hanya sejuk yang ada.



Saya dan Ka Yoka bersiap naik ke puncak.




Jalan menuju puncak, saya mendapati ladang Edelweiss luas. 

Cantik. 

Cantik sekali.





Dan sampailah di Jembatan Setan. Jalan setapak yang kiri-kanan-nya jurang. Cocok buat orang galau.



The next, track terakhir sebelum puncak. Climb for real.
Menggantungkan nyawa pada batu-batu yang ada, memanjat hingga pasir puncak menyapa, oh sungguh satu pengalaman berharga. 





16 Oktober 2013. 10:30 WIB 
Dan Kenteng Sungo, saya sampai. 




Tengah hari pada Rabu itu.
Baby Merbabu, we thank you!




Thanks a bunch, for Kak Yoka. 
Timaacih kak, zudah zabar zelama pendakian. Heuheu2000x
Dan untuk Monica, terimakasih untuk doa dan dukungannya. 

FOR EVERYTHING. MATURNUWUN GUSTI.





1 komentar:

  1. wow keren banget mbak... ak ga berani lewat wekas,,,, serem kayake treknya,,,

    pilih lewat selo deh,,,, lebih landai... tapi lama bangets nyampenya,,,,

    BalasHapus